REVIEW
JURNAL
PENGENDALIAN
KUALITAS
Disusun Oleh:
Nama : Winaldi
Muharrom
NPM : 39413314
Kelas : 3 ID 09
Mata
Kuliah : Metode Penelitian (Softskill)
Dosen :
Yahya Zulkarnain
|
RESUME
JURNAL PENGENDALIAN KUALITAS
JURNAL
1
Analisis Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di
Stasiun Kerja Sablon
(Studi Kasus: CV. Miracle)
Identifikasi cacat pada stasiun kerja
sablon di CV. Miracle dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Jenis Cacat Stasiun Kerja Sablon

Sedangkan
cacat untuk stasiun kerja jahit terdapat pada Tabel 2.
Tabel
2. Jenis Cacat Stasiun Kerja Jahit

Jumlah cacat akan digunakan
sebagai input untuk penentuan Critical to Quality Potensial. Jumlah cacat untuk
setiap stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel
3. Jumlah Cacat Berdasarkan Stasiun Kerja

Penentuan
Stasiun Kerja Kritis
Penentuan stasiun kerja kritis
berdasarkan adanya biaya yang tidak perlu. Biaya ini muncul akibat adanya
sejumlah produk yang cacat sehingga, CV. Miracle mengalami kerugian akibat
cacat tersebut. Berdasarkan perhitungan diperoleh biaya cacat untuk sablon
sebesar Rp. 653,- dan untuk jahit sebesar Rp. 1.362,-. Biaya yang harus
dikeluarkan akibat cacat pada stasiun kerja sablon dan jahit dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel
4. Jumlah Biaya yang Harus Dikeluarkan Akibat Produk Cacat

Berdasarkan
proses perhitungan diperoleh besar biaya yang harus dikeluarkan akibat jumlah
cacat distasiun kerja sablon sebesar Rp. 406.819,-.
Menentukan
Critical To Quality
Berdasarkan jumlah cacat, dapat
disimpulkan bahwa stasiun kerja sablon merupakan stasiun kerja kritis dan harus
segera diperbaiki. Berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan pula bahwa
jumlah cacat terbanyak terdapat pada cacat leber dan cacat terkelupas.
Crirtical to Quality, nilai sigma dan nilai DPMO kedua cacat ini dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel
5. Jumlah Cacat Kelupas dan Cacat Leber Di Stasiun Kerja Sablon

Berikut contoh perhitungan untuk
penentuan nilai DPMO dan Sigma Level.
DPO = DPMO = DPO X 1000000
= 0,65 X 1000000 = 650000
Penentuan nilai Sigma ditentukan
dengan rumus:
= normsinv((1000000-DPMO)/1000000)+1,5
= normsinv((1000000-650000)/1000000)+1,5
= 1,11
Berdasarkan tabel DPMO dan Sigma
diperoleh bahwa nilai Sigma rata-rata sebesar 1,3 dan nilai DPMO rata-rata
sebesar 595.730.
Sumber
Penyebab Cacat
Berdasarkan Cause Effect Diagram
diperoleh beberapa penyebab cacat. Penjelasan penyebab cacat dapat dilihat pada
Tabel 6. Untuk mengetahui prioritas perbaikan dapat digunakan Failure Mode
Effect Analysis (FMEA). Proses perbaikan prioritas akan dilihat dari nilai
menggunakan Risk Priority Number (RPN) terbesar. Prioritas perbaikan dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel
6. Faktor Penyebab Cacat Berdasarkan Cause Effect Diagram

Hasil analisa dengan Causse Effect
Diagram dapat bahwa metoda yang digunakan masih belum benar sehingga, metoda
harus segera dilakukan perbaikan. Perbaikan meliputi metode penyablonan dan
standarisasi waktu penjemuran.
Tabel
7. FMEA

Hasil Failure Mode Effect
Analysis dengan menggunakan score yang berasal dari Severity, Occurance dan
Detection diperoleh bahwa perbaikan difokuskan pada proses sablon dan
penjemuran. Perbaikan proses sablon meliputi standarisasi penggunaan tinner
dengan ukuran yang pasti. Sedangkan, penjemuran dilakukan dengan standarisasi
waktu penjemuran.
Perbaikan
Proses Penyablonan
Perbaikan
penyablonan dilakukan dengan merancang Standard Operational Procedure.
Tabel
8. Hasil Perancangan Eksperiemen

Perancangan standar operasional prosedur bertujuan untuk menstandarisasi proses penyablonan terutama, pada penggunaan tinner. Penerapan standar operasional prosedur belum bisaditerapkan dengan baik karena beberapa penyebab yaitu:
1. Operator tidak biasa
menggunakan alat pelindung diri berupa masker, menurut operator penggunaan
masker membuat operator tidak bisa bekerja secara maksimal.
2. Operator tidak biasa bekerja
tanpa merokok, merokok untuk menghilangkan bau tinner dan cat.
Beberapa penyebab tersebut
menyebabkan standard operational procedure stasiun kerja sablon tidak berjalan
secara maksimal sehingga, produk cacat masih terjadi walaupun jumlahnya
mengalami penurunan.
Uji
Signifikansi
Uji
signifikansi dilakukan untuk membandingkan hasil sebelum dan sesudah penerapan
Six Sigma.Tabel 9 merupakan hasil uji signifikansi untuk cacat jumlah cacat
kelupas.
Tabel
9. Hasil Uji Signifikansi Cacat Kelupas

Tabel
10. Hasil Uji Signifikansi Untuk Cacat Leber

Kesimpulan bahwa jumlah cacat
dapat dikurangi bila penjemuran dibatasi sebanyak 15 lembar dan waktu yang
digunakan selama 2 menit. Berdasarkan uji signifikansi untuk proses pengeringan
diperoleh kesimpulan bahwa jumlah cacat berbeda secara signifikan. Sedangkan,
pada perancangan Standard Operational.
Perbandingan
Hasil Penerapan
Perbandingan setelah penerapan
dilihat berdasarkan nilai sigma dan nilai DPMO. Perbandingan ini dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel
11. Nilai DPMO dan Nilai Sigma Setelah Penerapan

Nilai
perbaikan setelah penerapan metode Six Sigma dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel
12. Perbandingan Nilai DPMO dan Sigma Level (Sebelum dan Sesudah Perbaikan)

Berdasarkan hasil penerapan diperoleh
peningkatan nilai Sigma dari 1,3 menjadi 2,05. Nilai DPMO mengalami penurunan
dari 595.370 menjadi 290.741.
JURNAL 2
IMPLEMENTASI
METODE SIX SIGMA PADA PT SURYA MILINIA
ABADI (SMA) DI NGORO
INDUSTRI MOJOKERTO
DEFINE
Tahap ini merupakan langkah awal dalam siklus DMAIC
pada six sigma. Tahap ini dilakukan dengan mendefinisikan pokok permasalahan
yang dialami oleh PT Surya Milinia Abadi. Untuk mengetahui pokok permasalahan
yang dialami oleh PT Surya Milinia Abadi, dalam tahap define ada pendefinisian
masalah kualitas dalam proses mencetak produk menyangkut jumlah produk yang
diproduksi dan jumlah cacat. Pada yaitu mengenai jumlah produk yang diproduksi
selama bulan Juni 2012 s/d Juni 2013.

MEASURE
Proses
DMAIC adalah pengukuran, yang berfokus pada pemahaman kinerja proses yang
dipilih untuk diperbaiki pada saat ini, serta pengumpulan semua data yang
dibutuhkan untuk dianalisis.
![]() |
Gambar
2
Qualit
Control Sampling Report
Sumber: Divisi
Quality Control, PT Surya Milinia Abadi
Cara pengisian lembar periksa tersebut dengan
mencentang pada produk yang cacat dengan mencetang jenis cacat yang dialami
oleh produk lensdoor dan pengisian dilakukan saat pergantian shift.
Produk yang cacat akan ditimbang sesuai dengan kondisi jenis kecacatannya yang
kemudian akan ditulis dikolom population. Setelah selesai melakukan produksi,
hal tersebut akan diberikan kepada kepala produksi, setelah diperiksa maka akan
diserahkan ke divisi material untuk diinputkan kedalam suatu komputer dalam
bentuk laporan hasil produksi. Setelah melakukan pengukuran melalui lembar
periksa, maka dapat menetapkan karakteristik kualitas (CTQ) kunci, sebagai berikut:
Menetapkan
karaketristik kualitas (CTQ) kunci

Karakteristik-karakteristik
kunci yang dapat menyebabkan hasil percetakan tidak memenuhi harapan pelanggan
atau konsumen adalah sebagai berikut:
a.
Berat yang tidak sesuai (weight of product)
b.
warna yang tidak sesuai (colour)
c.
Bengkok (bending)
d.
Kisut (wed line)
e.
Bintik hitam (black dot)
Langkah kedua dalam analisis DMAIC adalah Analisis,
analisis adalah pemeriksaan terhadap proses, fakta, dan data untuk mendapatkan
pemahaman mengenai mengapa suatu permasalahan terjadi dan dimana terdapat
kesempatan untuk mendapatkan perbaikan.

Kemudian menggunakan hasil perhitungan ke dalam
diagram pareto. Jumlah produk cacat terbesar yaitu pada berat tidak stabil (weight
of product) memiliki frekuensi kecacatan 205.62 kg dengan presentase
kumulatif sebesar 31.31%. Kemudian jenis cacat yang kedua adalah bengkok (bending)
dengan frekuensi kecacatan 147.03 kg dengan presentase kumulatif sebesar
53.69%. Selanjutnya jenis kecacatan ketiga adalah warna tidak sesuai (colour)
dengan frekuensi kecacatan 108.62 kg dan presentase kumulatif sebesar 70.23%.
Jenis kecacatan yang keempat adalah bintik hitam (black dot) dengan
frekuensi kecacatan 106.55kg, memiliki presentase kumulatif sebesar 86.46%.
Jenis cacat yang terakhir, yaitu kisut (wed line) dengan frekuensi
kecacatan 88.89 kg, memiliki presentase kumulatif 100%.

Beberapa divisi quality control (QC) dan
manajer produksi serta pengamatan langsung pada perusahaan PT Surya Milinia
Abadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produksi lensdoor. Tabel 15
menunjukkan berbagai macam varian penyebab jenis kecacatan yang dikategorikan
dalam 3 hal yaitu karena faktor tenaga kerja (man), bahan baku (material),
dan machine (mesin).


Peningkatkan nilai sigma yaitu 2.99, dimana
sebelumnya pada periode 1 memiliki nilai sigma sebesar 2.94, periode 2 memiliki
sigma sebesar 2.75, dan periode 3 memiliki nilai sigma seber 2.69, hal tersebut
berarti bahwa dengan melakukan hal yang sederhana seperti check list untuk form
kegiatan harian mesin operator sangat membantu perusahaan dalam meningkatkan
kualitasnya.
JURNAL
3
APLIKASI SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS FAKTORFAKTOR
PENYEBAB KECACATAN PRODUK CRUMB
RUBBER SIR 20 PADA PT. XYZ
DEFINE
(Tahap Pendefinisian)
Penggambaran tahapan proses produksi crumb rubber
SIR 20 ini dilakukan untuk memberi kemudahan dalam memahami dan
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecacatan pada proses produksi. Dan
untuk memudahkan penggambaran tahapan proses produksi, maka digunakan Diagram
SIPOC (Supplier-Input-Process- Output-Costumer) yang dilihat pada Gambar 1.
MEASURE
(Pengukuran)
Berdasarkan pengamatan pada lantai produksi maka
dilakukan pengukuran untuk meningkatkan kualitas dengan melalui penerapan six
sigma. Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber-sumber
penyebab terjadinya penyimpangan terhadap spesifikasi produk.

Gambar 1 dapat dilihat bahwa slab dan cup lamb yang
merupakan input mengalami proses produksi berupa pencucian dan pemisahan,
penggilingan dan pembentukan, pengeringan, penjemuran dan pembutiran serta
pengepakan untuk menghasilkan produk output crumb rubber SIR 20 yang
dimanfaatkan perusahaan ban dan tekstil sebagai customer perusaan.
Untuk mengetahui jenis kecacatan terbesar pada
produk crumb rubber SIR 20 pada PT. XYZ maka digunakan diagram pareto
untuk mengetahui persentase kecacatan produk seperti pada Gambar 2 berikut.

Jenis kecacatan pada crumb rubber SIR 20 adalah
jenis kecacatan kadar PRI sebesar 70.42%. Jenis kecacatan dalam satuan
Kg (kilo gram) dan persen kecacatan dalam satuan % (persen).
ANALIZE
(Analisis)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
merupakan alat yang digunakan dalam mengidentifikasi dan menilai resiko
yang berhubungan dengan potensial kegagalan. FMEA dibuat berdasarkan
hasil wawancara serta pengamatan langsung di lapangan dengan asisten dan mandor
dibagian produsi. Pengamatan dilakukan pada saat proses produksi sedang
berjalan di stasiun kerja pengeringan dan pengepresan. Gambar berikut adalah tabel
FMEA untuk produk crumb rubber SIR 20 PT. XYZ.

FMEA terdiri dari stasiun proses, yang menunjukkan tempat
terjadinya kegagalan, jenis kegagalan yang menunjukkan jenis kecacatan yang terjadi
dan kolom efek kegagalan menunjukkan akibat yang ditimbulkan jika terjadi jenis
kecacatan. Pada penyebab kegagalan menunjukkan faktor potensial yang
menyebabkan terjadinya jenis kecacatan, dan kolom metode deteksi menyatakan
cara yang dapat digunakan untuk mendefinisikan terjadinya jenis kecacatan maupun
penyebabnya, sehingga dapat diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan proses
yang mengakibatkan terjadinya produk cacat.

IMPROVE
(Tahapan Perbaikan)
Kaizen merupakan
perbaikan yang secara terus menerus dengan tahapan – tahapan kecil yang
meliputi manager dan pegawai/karyawan dengan menggunakan biaya yang relatif
kecil dan rendah resiko Berikut akan dijelaskan mengenai tahapan dari Kaizen.
Penataan
1.
SEIRI /
Ringkas : Slap pada bak pencucian sebaiknya diletakan atau disimpan di kotak
yang diletakkan di dekat bak pencucian, sehingga kerja operator dimudahkan
dalam memproduksi.
2.
SAITON / Rapi:
Menyusun peralatan dan daerah kerja sesuai urutan untuk memudahkan pengenalan. Pada
lantai produksi terdapat beberapa peralatan yang digunakan tampak sedikit
berserakan, seperti bambu sebagai penyanggah lembar karet pada saat penjemuran
masih terlihat berantakan.
3.
SEISO /
Resik: Terlihat bahwa masih adanya kotoran yang lengket seperti sampah plastik,
serpihan kayu dan anak hekter (logam kecil) yang terbawa sepanjang proses produksi
dimana kemungkinan benda-benda tersebut dapat terikut dalam proses besar. Oleh karena
itu para operator harus lebih teliti mengamati ketika proses produksi
berlangsung, sehingga kebersihannya tetap terjaga.
4.
SEIKATSU /
Rawat: Tindakan nyata adalah dengan melakukan pengecekan dan perawatan terhadap
mesin secara korektif dan preventive secara berkala terhadap keadaan mesin dan
kebersihan alat dan mesin.
5.
SHITSUKE / Rajin:
Kedisiplin para pekerja sudah memiliki kesadaran untuk memperbaiki kesalahan yang
mungkin sering terjadi dilakukan dan menjadikan kesalahan-kesalahan tersebut
sebagai acuan untuk melakukan perbaikan. Kedepannya perlu ditambahkan bahwa
kehadiran menggunakan kartu, baik keluar maupun masuk kerja harus dilakukan dan
pemeriksaan terhadap pekerja yang membawa bungkusan juga tetap dilakukan untuk mencegah
terjadinya pencurian bahan baku maupun produk jadi pabrik.
Penghapusan
(Muda)
Pengulangan proses produksi untuk produk yang tidak
memenuhi spesifikasi standar mutu perusahaan kembali ke dalam bak penampungan produk
cacat untuk diproses kembali sampai memenuhi standar mutu adalah suatu
pemborosan yang memerlukan biaya mahal, karena tidak hanya menguras tenaga pekerja
tetapi juga akan berakibat buruk pada kualitas mesin-mesin produksi karena spesifikasi
bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi bahan yang seharusnya diolah mesin produksi.
Pembelian bahan material sebaiknya lebih selektif
dan tidak berlebihan sesuai dengan kebutuhan produksi saja, karena jika terlalu
lama bahan baku disimpan maka akan mengurangi kualitas material dan tidak akan
memberi nilai tambah bagi perusahaan bahkan hanya akan merugikan karena
perusahaan harus membuat gudang material yang lebih besar.
Standarisasi

Gambar
4 menunjukan kondisi nyata yang ditemukan pada lantai produksi berdasarkan
faktor penyebab kecacatan dominan. Kesalahan tindakan pekerja yang tidak sesuai
dengan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan mengakibatkan cacat produk
sesuai dengan faktor penyebab kecacatan yang dominan. Perlu diberikan
usulan-usulan penanganan perbaikan untuk mengurangi tingkat angka kecacatan produk.
CONTROL
Adapun
tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang menekankan pada
tindakan perbaikan, dimana tindakan yang dilakukan sebagai pertimbangan bagi perusahaan
yaitu :
1. Melakukan
pemerikasaan terhadap para pekerja yang dilakukan oleh satpam untuk menghidari adanya
kehilangan atau kejadian yang tidak diinginkan oleh perusahaan.
2. Melakukan
pembersihan dan pemeriksaan terhadap mesin dan peralatan produksi sebelum dan
sesudah proses produksi.
3. Mengatur
suhu mesin dryer sebelum proses produksi berjalan.
4. Melakukan
pemeriksaan kualitas bokar dengan lebih teliti.
5. Menempatkan
bahan baku pada tempat yang kering.
6. Memastikan
kualitas air terhidar dari kotoran dengan memasang saringan.
7. Melakukan
proses penjemuran bahan baku yang sesuai dan tepat.
8. Mengganti
ukuran vibrating screen dengan ukuran yang lebih halus
9. Meningkatkan
pengamatan pada mesin gilingan creeper agar bahan baku tergiling dengan sempurna.
Dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan tersebut,
perusahaan diharapkan mampu dan segera melakukan perbaikan proses untuk
menghindari terjadinya kegagalan proses produksi sehingga terjadi penurunan
nilai DPMO, peningkatan level Sigma dan kapabilitas proses.
KESIMPULAN
JURNAL
1
Penerapan
metode Six Sigma mampu mengurangi nilai DPMO. Sebelum penerapan nilai DPMo
adalah 590743. Setelah penerapan mejadi 290.741. Nilai sigma sebelum penerapan
adalah 1,3 dan berubah menjadi 2,05 setelah penerapan. Selain itu penerapan metode
Six Sigma mampu mengurangi biaya akibat kualitas rendah sebesar Rp. 205.042,-. Berdasarkan
proses perbaikan pada proses penjemuran diperoleh waktu penjemuran yang
menghasilkan cacat dengan jumlah rendah yaitu 2 menit dengan 15 lembar.
JURNAL
2
Jenis penelitian yang digunakan adalah nir penelitian
berupa implementasi. Penelitian ini membahas mengenai kecacatan yang terjadi
pada produk yang diproduksi PT Surya Milinia Abadi untuk mengidentifikasi
penyebab kecacatan terhadap produk lensdoor yang diproduksi dimana
memiliki tingkat kecacatan yang melebihi sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh perusahaan. Untuk mengidentifikasi penyebab kecacatan serta meminimalkan
jumlah cacat bahkan mencapai zero defects maka digunakan metode DMAIC
dari six sigma. Diharapkan PT Surya Milinia Abadi melakukan pengendalian
kualitas untuk mengurangi produk cacat yang tinggi, dengan melakukan tindakan
yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis kembali secara periodik dan berkelanjutan
dengan menggunakan tahapan antara lain histogram, diagram pareto, diagram
ishikawa, dan yang terakhir adalah metode 5W+1H.
JURNAL
3
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, maka dapat di ambil kesimpulan yaitu terdapat faktor penyebab
kecacatan produk crumb rubber SIR 20 paling dominan yaitu kadar PRI.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan adalah setting mesin
dryer yang belum tepat, metode penjemuran yang masih salah, kurangnya
pengawasan terhadap proses produksi pada saat penerimaan bahan baku. Usulan
perbaikannya adalah menerapkan lama pengeringan pada burnerI selama 60 menit
dengan suhu 135℃ dan lama penjemuran 7 samapai 12 hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaintegra/article/download/209463.
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/540/516
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=141531&val=4128