Jumat, 30 Oktober 2015

REVIEW JURNAL (TUGAS 1 SOFTSKILL)



                                                                 REVIEW JURNAL
PENGENDALIAN KUALITAS


Description: D:\Tugas Dody\LOGO GUNDAR.jpg











Disusun Oleh:

                           Nama                         : Winaldi Muharrom   
                           NPM                         : 39413314
                           Kelas                         : 3 ID 09
                           Mata Kuliah               : Metode Penelitian (Softskill)
                           Dosen                        : Yahya Zulkarnain



                                               
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2015

 
 






RESUME JURNAL PENGENDALIAN KUALITAS
JURNAL 1

Analisis Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Di Stasiun Kerja Sablon
(Studi Kasus: CV. Miracle)

Identifikasi cacat pada stasiun kerja sablon di CV. Miracle dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Cacat Stasiun Kerja Sablon
Sedangkan cacat untuk stasiun kerja jahit terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Cacat Stasiun Kerja Jahit
Jumlah cacat akan digunakan sebagai input untuk penentuan Critical to Quality Potensial. Jumlah cacat untuk setiap stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Cacat Berdasarkan Stasiun Kerja
Penentuan Stasiun Kerja Kritis
Penentuan stasiun kerja kritis berdasarkan adanya biaya yang tidak perlu. Biaya ini muncul akibat adanya sejumlah produk yang cacat sehingga, CV. Miracle mengalami kerugian akibat cacat tersebut. Berdasarkan perhitungan diperoleh biaya cacat untuk sablon sebesar Rp. 653,- dan untuk jahit sebesar Rp. 1.362,-. Biaya yang harus dikeluarkan akibat cacat pada stasiun kerja sablon dan jahit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Biaya yang Harus Dikeluarkan Akibat Produk Cacat
Berdasarkan proses perhitungan diperoleh besar biaya yang harus dikeluarkan akibat jumlah cacat distasiun kerja sablon sebesar Rp. 406.819,-.

Menentukan Critical To Quality
Berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja sablon merupakan stasiun kerja kritis dan harus segera diperbaiki. Berdasarkan jumlah cacat, dapat disimpulkan pula bahwa jumlah cacat terbanyak terdapat pada cacat leber dan cacat terkelupas. Crirtical to Quality, nilai sigma dan nilai DPMO kedua cacat ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Cacat Kelupas dan Cacat Leber Di Stasiun Kerja Sablon

Berikut contoh perhitungan untuk penentuan nilai DPMO dan Sigma Level.
DPO = DPMO = DPO X 1000000
 = 0,65 X 1000000 = 650000
Penentuan nilai Sigma ditentukan dengan rumus:
= normsinv((1000000-DPMO)/1000000)+1,5
= normsinv((1000000-650000)/1000000)+1,5 = 1,11
Berdasarkan tabel DPMO dan Sigma diperoleh bahwa nilai Sigma rata-rata sebesar 1,3 dan nilai DPMO rata-rata sebesar 595.730.

Sumber Penyebab Cacat
Berdasarkan Cause Effect Diagram diperoleh beberapa penyebab cacat. Penjelasan penyebab cacat dapat dilihat pada Tabel 6. Untuk mengetahui prioritas perbaikan dapat digunakan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Proses perbaikan prioritas akan dilihat dari nilai menggunakan Risk Priority Number (RPN) terbesar. Prioritas perbaikan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Faktor Penyebab Cacat Berdasarkan Cause Effect Diagram
Hasil analisa dengan Causse Effect Diagram dapat bahwa metoda yang digunakan masih belum benar sehingga, metoda harus segera dilakukan perbaikan. Perbaikan meliputi metode penyablonan dan standarisasi waktu penjemuran.


Tabel 7. FMEA
Hasil Failure Mode Effect Analysis dengan menggunakan score yang berasal dari Severity, Occurance dan Detection diperoleh bahwa perbaikan difokuskan pada proses sablon dan penjemuran. Perbaikan proses sablon meliputi standarisasi penggunaan tinner dengan ukuran yang pasti. Sedangkan, penjemuran dilakukan dengan standarisasi waktu penjemuran.

Perbaikan Proses Penyablonan
Perbaikan penyablonan dilakukan dengan merancang Standard Operational Procedure.
Tabel 8. Hasil Perancangan Eksperiemen
 
Perancangan standar operasional prosedur bertujuan untuk menstandarisasi proses penyablonan terutama, pada penggunaan tinner. Penerapan standar operasional prosedur belum bisaditerapkan dengan baik karena beberapa penyebab yaitu:
1. Operator tidak biasa menggunakan alat pelindung diri berupa masker, menurut operator penggunaan masker membuat operator tidak bisa bekerja secara maksimal.
2. Operator tidak biasa bekerja tanpa merokok, merokok untuk menghilangkan bau tinner dan cat.
Beberapa penyebab tersebut menyebabkan standard operational procedure stasiun kerja sablon tidak berjalan secara maksimal sehingga, produk cacat masih terjadi walaupun jumlahnya mengalami penurunan.

Uji Signifikansi
Uji signifikansi dilakukan untuk membandingkan hasil sebelum dan sesudah penerapan Six Sigma.Tabel 9 merupakan hasil uji signifikansi untuk cacat jumlah cacat kelupas.
Tabel 9. Hasil Uji Signifikansi Cacat Kelupas
Tabel 10. Hasil Uji Signifikansi Untuk Cacat Leber
Kesimpulan bahwa jumlah cacat dapat dikurangi bila penjemuran dibatasi sebanyak 15 lembar dan waktu yang digunakan selama 2 menit. Berdasarkan uji signifikansi untuk proses pengeringan diperoleh kesimpulan bahwa jumlah cacat berbeda secara signifikan. Sedangkan, pada perancangan Standard Operational.
Perbandingan Hasil Penerapan
Perbandingan setelah penerapan dilihat berdasarkan nilai sigma dan nilai DPMO. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai DPMO dan Nilai Sigma Setelah Penerapan
Nilai perbaikan setelah penerapan metode Six Sigma dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perbandingan Nilai DPMO dan Sigma Level (Sebelum dan Sesudah Perbaikan)
Berdasarkan hasil penerapan diperoleh peningkatan nilai Sigma dari 1,3 menjadi 2,05. Nilai DPMO mengalami penurunan dari 595.370 menjadi 290.741.







JURNAL 2
IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA PADA PT SURYA MILINIA
ABADI (SMA) DI NGORO INDUSTRI MOJOKERTO

DEFINE
Tahap ini merupakan langkah awal dalam siklus DMAIC pada six sigma. Tahap ini dilakukan dengan mendefinisikan pokok permasalahan yang dialami oleh PT Surya Milinia Abadi. Untuk mengetahui pokok permasalahan yang dialami oleh PT Surya Milinia Abadi, dalam tahap define ada pendefinisian masalah kualitas dalam proses mencetak produk menyangkut jumlah produk yang diproduksi dan jumlah cacat. Pada yaitu mengenai jumlah produk yang diproduksi selama bulan Juni 2012 s/d Juni 2013.

MEASURE
Proses DMAIC adalah pengukuran, yang berfokus pada pemahaman kinerja proses yang dipilih untuk diperbaiki pada saat ini, serta pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk dianalisis.


 







Gambar 2
Qualit Control Sampling Report
Sumber: Divisi Quality Control, PT Surya Milinia Abadi

Cara pengisian lembar periksa tersebut dengan mencentang pada produk yang cacat dengan mencetang jenis cacat yang dialami oleh produk lensdoor dan pengisian dilakukan saat pergantian shift. Produk yang cacat akan ditimbang sesuai dengan kondisi jenis kecacatannya yang kemudian akan ditulis dikolom population. Setelah selesai melakukan produksi, hal tersebut akan diberikan kepada kepala produksi, setelah diperiksa maka akan diserahkan ke divisi material untuk diinputkan kedalam suatu komputer dalam bentuk laporan hasil produksi. Setelah melakukan pengukuran melalui lembar periksa, maka dapat menetapkan karakteristik kualitas (CTQ) kunci, sebagai berikut:

Menetapkan karaketristik kualitas (CTQ) kunci

Karakteristik-karakteristik kunci yang dapat menyebabkan hasil percetakan tidak memenuhi harapan pelanggan atau konsumen adalah sebagai berikut:
a. Berat yang tidak sesuai (weight of product)
b. warna yang tidak sesuai (colour)
c. Bengkok (bending)
d. Kisut (wed line)
e. Bintik hitam (black dot)

Langkah kedua dalam analisis DMAIC adalah Analisis, analisis adalah pemeriksaan terhadap proses, fakta, dan data untuk mendapatkan pemahaman mengenai mengapa suatu permasalahan terjadi dan dimana terdapat kesempatan untuk mendapatkan perbaikan.
Kemudian menggunakan hasil perhitungan ke dalam diagram pareto. Jumlah produk cacat terbesar yaitu pada berat tidak stabil (weight of product) memiliki frekuensi kecacatan 205.62 kg dengan presentase kumulatif sebesar 31.31%. Kemudian jenis cacat yang kedua adalah bengkok (bending) dengan frekuensi kecacatan 147.03 kg dengan presentase kumulatif sebesar 53.69%. Selanjutnya jenis kecacatan ketiga adalah warna tidak sesuai (colour) dengan frekuensi kecacatan 108.62 kg dan presentase kumulatif sebesar 70.23%. Jenis kecacatan yang keempat adalah bintik hitam (black dot) dengan frekuensi kecacatan 106.55kg, memiliki presentase kumulatif sebesar 86.46%. Jenis cacat yang terakhir, yaitu kisut (wed line) dengan frekuensi kecacatan 88.89 kg, memiliki presentase kumulatif 100%.
Beberapa divisi quality control (QC) dan manajer produksi serta pengamatan langsung pada perusahaan PT Surya Milinia Abadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produksi lensdoor. Tabel 15 menunjukkan berbagai macam varian penyebab jenis kecacatan yang dikategorikan dalam 3 hal yaitu karena faktor tenaga kerja (man), bahan baku (material), dan machine (mesin).

Peningkatkan nilai sigma yaitu 2.99, dimana sebelumnya pada periode 1 memiliki nilai sigma sebesar 2.94, periode 2 memiliki sigma sebesar 2.75, dan periode 3 memiliki nilai sigma seber 2.69, hal tersebut berarti bahwa dengan melakukan hal yang sederhana seperti check list untuk form kegiatan harian mesin operator sangat membantu perusahaan dalam meningkatkan kualitasnya.

JURNAL 3
APLIKASI SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS FAKTORFAKTOR
PENYEBAB KECACATAN PRODUK CRUMB
RUBBER SIR 20 PADA PT. XYZ

DEFINE (Tahap Pendefinisian)
Penggambaran tahapan proses produksi crumb rubber SIR 20 ini dilakukan untuk memberi kemudahan dalam memahami dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecacatan pada proses produksi. Dan untuk memudahkan penggambaran tahapan proses produksi, maka digunakan Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process- Output-Costumer) yang dilihat pada Gambar 1.

MEASURE (Pengukuran)
Berdasarkan pengamatan pada lantai produksi maka dilakukan pengukuran untuk meningkatkan kualitas dengan melalui penerapan six sigma. Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber-sumber penyebab terjadinya penyimpangan terhadap spesifikasi produk.
Gambar 1 dapat dilihat bahwa slab dan cup lamb yang merupakan input mengalami proses produksi berupa pencucian dan pemisahan, penggilingan dan pembentukan, pengeringan, penjemuran dan pembutiran serta pengepakan untuk menghasilkan produk output crumb rubber SIR 20 yang dimanfaatkan perusahaan ban dan tekstil sebagai customer perusaan.
Untuk mengetahui jenis kecacatan terbesar pada produk crumb rubber SIR 20 pada PT. XYZ maka digunakan diagram pareto untuk mengetahui persentase kecacatan produk seperti pada Gambar 2 berikut.
Jenis kecacatan pada crumb rubber SIR 20 adalah jenis kecacatan kadar PRI sebesar 70.42%. Jenis kecacatan dalam satuan Kg (kilo gram) dan persen kecacatan dalam satuan % (persen).
ANALIZE (Analisis)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan alat yang digunakan dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial kegagalan. FMEA dibuat berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan langsung di lapangan dengan asisten dan mandor dibagian produsi. Pengamatan dilakukan pada saat proses produksi sedang berjalan di stasiun kerja pengeringan dan pengepresan. Gambar berikut adalah tabel FMEA untuk produk crumb rubber SIR 20 PT. XYZ.
FMEA terdiri dari stasiun proses, yang menunjukkan tempat terjadinya kegagalan, jenis kegagalan yang menunjukkan jenis kecacatan yang terjadi dan kolom efek kegagalan menunjukkan akibat yang ditimbulkan jika terjadi jenis kecacatan. Pada penyebab kegagalan menunjukkan faktor potensial yang menyebabkan terjadinya jenis kecacatan, dan kolom metode deteksi menyatakan cara yang dapat digunakan untuk mendefinisikan terjadinya jenis kecacatan maupun penyebabnya, sehingga dapat diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan proses yang mengakibatkan terjadinya produk cacat.

IMPROVE (Tahapan Perbaikan)
Kaizen merupakan perbaikan yang secara terus menerus dengan tahapan – tahapan kecil yang meliputi manager dan pegawai/karyawan dengan menggunakan biaya yang relatif kecil dan rendah resiko Berikut akan dijelaskan mengenai tahapan dari Kaizen.

Penataan
1.      SEIRI / Ringkas : Slap pada bak pencucian sebaiknya diletakan atau disimpan di kotak yang diletakkan di dekat bak pencucian, sehingga kerja operator dimudahkan dalam memproduksi.
2.      SAITON / Rapi: Menyusun peralatan dan daerah kerja sesuai urutan untuk memudahkan pengenalan. Pada lantai produksi terdapat beberapa peralatan yang digunakan tampak sedikit berserakan, seperti bambu sebagai penyanggah lembar karet pada saat penjemuran masih terlihat berantakan.
3.      SEISO / Resik: Terlihat bahwa masih adanya kotoran yang lengket seperti sampah plastik, serpihan kayu dan anak hekter (logam kecil) yang terbawa sepanjang proses produksi dimana kemungkinan benda-benda tersebut dapat terikut dalam proses besar. Oleh karena itu para operator harus lebih teliti mengamati ketika proses produksi berlangsung, sehingga kebersihannya tetap terjaga.
4.      SEIKATSU / Rawat: Tindakan nyata adalah dengan melakukan pengecekan dan perawatan terhadap mesin secara korektif dan preventive secara berkala terhadap keadaan mesin dan kebersihan alat dan mesin.
5.      SHITSUKE / Rajin: Kedisiplin para pekerja sudah memiliki kesadaran untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin sering terjadi dilakukan dan menjadikan kesalahan-kesalahan tersebut sebagai acuan untuk melakukan perbaikan. Kedepannya perlu ditambahkan bahwa kehadiran menggunakan kartu, baik keluar maupun masuk kerja harus dilakukan dan pemeriksaan terhadap pekerja yang membawa bungkusan juga tetap dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian bahan baku maupun produk jadi pabrik.

Penghapusan (Muda)
Pengulangan proses produksi untuk produk yang tidak memenuhi spesifikasi standar mutu perusahaan kembali ke dalam bak penampungan produk cacat untuk diproses kembali sampai memenuhi standar mutu adalah suatu pemborosan yang memerlukan biaya mahal, karena tidak hanya menguras tenaga pekerja tetapi juga akan berakibat buruk pada kualitas mesin-mesin produksi karena spesifikasi bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi bahan yang seharusnya diolah mesin produksi.
Pembelian bahan material sebaiknya lebih selektif dan tidak berlebihan sesuai dengan kebutuhan produksi saja, karena jika terlalu lama bahan baku disimpan maka akan mengurangi kualitas material dan tidak akan memberi nilai tambah bagi perusahaan bahkan hanya akan merugikan karena perusahaan harus membuat gudang material yang lebih besar.

Standarisasi
Gambar 4 menunjukan kondisi nyata yang ditemukan pada lantai produksi berdasarkan faktor penyebab kecacatan dominan. Kesalahan tindakan pekerja yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan mengakibatkan cacat produk sesuai dengan faktor penyebab kecacatan yang dominan. Perlu diberikan usulan-usulan penanganan perbaikan untuk mengurangi tingkat angka kecacatan produk.

CONTROL
Adapun tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang menekankan pada tindakan perbaikan, dimana tindakan yang dilakukan sebagai pertimbangan bagi perusahaan yaitu :
1.      Melakukan pemerikasaan terhadap para pekerja yang dilakukan oleh satpam untuk menghidari adanya kehilangan atau kejadian yang tidak diinginkan oleh perusahaan.
2.      Melakukan pembersihan dan pemeriksaan terhadap mesin dan peralatan produksi sebelum dan sesudah proses produksi.
3.      Mengatur suhu mesin dryer sebelum proses produksi berjalan.
4.      Melakukan pemeriksaan kualitas bokar dengan lebih teliti.
5.      Menempatkan bahan baku pada tempat yang kering.
6.      Memastikan kualitas air terhidar dari kotoran dengan memasang saringan.
7.      Melakukan proses penjemuran bahan baku yang sesuai dan tepat.
8.      Mengganti ukuran vibrating screen dengan ukuran yang lebih halus
9.      Meningkatkan pengamatan pada mesin gilingan creeper agar bahan baku tergiling dengan sempurna.
Dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan tersebut, perusahaan diharapkan mampu dan segera melakukan perbaikan proses untuk menghindari terjadinya kegagalan proses produksi sehingga terjadi penurunan nilai DPMO, peningkatan level Sigma dan kapabilitas proses.

KESIMPULAN
JURNAL 1
Penerapan metode Six Sigma mampu mengurangi nilai DPMO. Sebelum penerapan nilai DPMo adalah 590743. Setelah penerapan mejadi 290.741. Nilai sigma sebelum penerapan adalah 1,3 dan berubah menjadi 2,05 setelah penerapan. Selain itu penerapan metode Six Sigma mampu mengurangi biaya akibat kualitas rendah sebesar Rp. 205.042,-. Berdasarkan proses perbaikan pada proses penjemuran diperoleh waktu penjemuran yang menghasilkan cacat dengan jumlah rendah yaitu 2 menit dengan 15 lembar.
JURNAL 2
Jenis penelitian yang digunakan adalah nir penelitian berupa implementasi. Penelitian ini membahas mengenai kecacatan yang terjadi pada produk yang diproduksi PT Surya Milinia Abadi untuk mengidentifikasi penyebab kecacatan terhadap produk lensdoor yang diproduksi dimana memiliki tingkat kecacatan yang melebihi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk mengidentifikasi penyebab kecacatan serta meminimalkan jumlah cacat bahkan mencapai zero defects maka digunakan metode DMAIC dari six sigma. Diharapkan PT Surya Milinia Abadi melakukan pengendalian kualitas untuk mengurangi produk cacat yang tinggi, dengan melakukan tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis kembali secara periodik dan berkelanjutan dengan menggunakan tahapan antara lain histogram, diagram pareto, diagram ishikawa, dan yang terakhir adalah metode 5W+1H.
JURNAL 3
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di ambil kesimpulan yaitu terdapat faktor penyebab kecacatan produk crumb rubber SIR 20 paling dominan yaitu kadar PRI. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan adalah setting mesin dryer yang belum tepat, metode penjemuran yang masih salah, kurangnya pengawasan terhadap proses produksi pada saat penerimaan bahan baku. Usulan perbaikannya adalah menerapkan lama pengeringan pada burnerI selama 60 menit dengan suhu 135 dan lama penjemuran 7 samapai 12 hari.

DAFTAR PUSTAKA
http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaintegra/article/download/209463.
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/540/516
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=141531&val=4128

Who Am I?


Call me Winal
A student of Industrial Engineering
Photographer . Business . Engineer
Contact me :
mwinaldi@yahoo.com
or
                                       https://www.facebook.com/Winaldimuharrom https://www.instagram.com/winaldinst_ https://twitter.com/winalwinall